Kapal tua itu melaju pelan, membelah perut sungai Mahakam. Lelaki itu Anton, sang kapten kapal menatap tajam lurus ke depan mengamati arah arus air dan sibuk memutar kendali kapalnya dengan berhati-hati dan berakhir pada kayu di pinggir dermaga. kapal itu mendarat dengan lembut. perlahan motor pun keluar dari kapal menaiki dermaga dan kapalpun diisi dengan motor dari daratan untuk menyeberangi Sungai Mahakam. Mereka adalah warga Loa Kulu dan sekitarnya yang hendak ke Samarinda. mereka menyingkat waktu dengan menaiki moda air, kapal kayu, yg banyak ditemui di sepanjang Sungai Mahakam yang panjangnya hampir 1000 kilometer.
Anton, sang kapten yang bermata awas itu mengatakan kapalnya tetap beroperasi meski jembatan Kartanegara yang berjarak 10 kilometer telah rampung dan dapat dilalui beberapa tahun. Penumpang menjadi agak sepi, dan hanya motor yang bisa dimuat di kapalnya. eksistensi jembatan pasca keruntuhannya memang membuat jasa penyeberangan tumbuh subur di wilayah Tenggarong dan sekitarnya. dan pasca jembatan itu selesai dibangun dan dapat dilewati, banyak tempat penyeberangan tutup. Anton berharap jalan ke arah Samarinda dari wilayah Kabupaten Kutai Karrtanegara dapat segera diperbaiki agar semakin banyak warga yang menggunakan jasa penyeberangannya.
Adalah Faisal, lelaki asal Loa Kulu yg setiap hari ada di kapal itu menuju arah Karang Paci kota Samarinda. dia berlangganan ferry milik Anton, Rp.150,000 dia bayar perbulan. Lelaki sederhana itu bekerja di perusahaan tambang batubara di seberang Sungai Mahakam. Setelah menyeberang dia akan melewati jalan tanah yg berlumpur dan berbatu menuju tempat kerjanya, tidak nyaman dan melelahkan katanya. Dia sungguh berharap pemerintah dapat segera membuat jalan itu mulus agar cepat dan aman. Faisal juga mengeluhkan tanahnya yang digusur untuk badan jalan itu pun sudah 5 tahun tak juga diganti rugi pemerintah. telah ada diskusi dengan pihak DPRD Provinsi tapi belum ada kejelasan waktu dan besaran ganti rugi.
Budi yg tinggal di Loa Kulu. Dia sedang menunggu kapal kira-kira 10 menit. Tidak setiap hari dia menggunakan jasa penyeberangan ini. Terkadang dia lewat jembatan di Tenggarong, tapi jauh memutar menuju sebuah workshop di desa Jonggon, milik perusahaan batubara yang berkantor di Samarinda. Diapun mengeluhkan jalan di seberang di teritori Kutai Kartanegara, ada jalan di 1 gunung yang masih rusak. Budi berharap harusnya ada jembatan karena menghubungkan Loa kulu dengan jalan Jakarta di Karang Paci karena akan mendekatkan jarak, menghemat BBM dan menghemat usia ban. Budi mengatakan penyeberangan ini relatif bertahan lama sejak jembatan belum runtuh. dikatakannya di Samarinda banyak pekerjaan dibanding di Kutai Kartanegara adanya jembatan akan membuatnya lebih mudah untuk ke Samarinda. dulu sudah pernah ada kabar akan dibangun jembatan, tapi tidak ada realisasi. Dikisahkannya anggota DPRD Poovinsi Kalimantan Timur pernah ke lokasi yang direncanakan, tapi hingga saat ini tidak ada realisasi. Budi berharap pihak yang terkait dapat mendengar dan merespons keluhan publik yang disuarakan oleh masyarakat.